Ular Raksasa Penunggu Hutan Kalimantan

Ular Raksasa Penunggu Hutan Kalimantan

Liputan6.com, Palangka Raya- Pulau yang kaya akan flora dan fauna menempatkan Kalimantan sebagai salah satu rumah bagi hewan dan tumbuhan endemik yang ada di Indonesia. Maka kerap kali, dijumpai hewan besar yang hidup di pulau tersebut, salah satunya ular tangkalakuk.

Masyarakat Dayak meyaknini ular ini memiliki ukuran yang sangat besar, dan lebih dikenal dengan sebutan raja phyton atau memiliki nama latin Reticulated Python, Minggu (11/9/2022).

Raja piton masuk dalam hewan jenis karnivora, dan ia mampu memakan mangsanya dengan ukuran sebesar rusa dan babi dewasa. Dalam sekali makan besar, biasanya mereka dapat bertahan hidup dalam beberapa bulan.

Piton akan menggunakan tenaganya untuk melilit mangsanya hingga kesulitan bernafas dan mati. Setelah itu, ular ini akan memakan secara utuh mangsanya tersebut.

Dalam mengelabuhi mangsanya, ular raksasa ini memiliki kemampuan unik, yakni menirukan suara rusa, orang utan, dan burung.  Kemudian ular ini membuat sebuah jebakan, dengan cara kepalanya menjuntai ke bawah sementara tubuh hingga ekornya, dibiarkan melilit ke atas pohon besar.

Kemudian reproduksi piton betina yakni dengan cara bertelur hingga mencapai 40 butir.  Selanjutnya, ular ini akan menjaga dan mengeraminya sampai menetas.

Para bocah di perkampungan in akrab dengan ular piton raksasa

JAKARTA, celebrities.id Para ilmuwan penasaran dengan keberadaan ular raksasa Tangkalulak yang diyakini sebagai penunggu rimba Kalimantan. Mereka pun melakukan penelitian.

Tangkalaluk sebenarnya lebih dikenal dengan sebutan Raja Piton atau memiliki nama latin Reticulated Phyton. Ular ini diperkirakan berukuran besar dan sangat ditakuti oleh masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan.

Ular ini menjadi legenda di kalangan suku Dayak dan masyarakat lokal. Sejumlah masyarakat meyakini Tangkalaluk adalah makhluk jadi-jadian atau ular siluman berukuran raksasa. Namun ada pula yang bilang jika raja rimba di bumi Kalimantan tak lain adalah Tangkalaluk.

Sementara itu, pada tahun tahun 2019 silam viral di media sosial foto yang disebut sebagai ular tangkalaluk mati akibat kebakaran hutan. Foto itu diunggah oleh akun Facebook bernama Johan Michael Median Pasha.

Berdasarkan catatan, ular terbesar di dunia bukanlah piton, melainkan Anaconda yang memiliki nama latin Eunectes Murinus berbobot 250 kilogram. Ular ini lebih dikenal Anaconda hijau yang panjangnya rata-rata bisa mencapai 10 meter.

Melansir laman Live Science, ular piton ini tersebar di sepanjang Asia Tenggara dan Hindia Timur. Ular ini memiliki berat rata-rata 113 kilogram dan spesimen terbesar yang pernah tercatat berbobot 158 kilogram.

Ular jenis ini kerap ditemukan dekat aliran air di antara hutan hujan atau hutan biasa. Ular berukuran kecil akan menghabiskan banyak waktu di tanah dan pohon-pohon atau semak-semak. Sementara ular dewasa berukuran besar sebagian besar berada tanah. Demikian penjelasan menurut Reptile Park.

Piton tergolong ular yang agresif dan tidak akan ragu untuk membela diri dengan mengangkat kepala, mendesis keras dan menyerang berulang kali.

Ular tersebut tidak menghabisi mangsanya dengan racun atau bisa, namun melilitnya dengan keras untuk menghambat pernapasan serta membuat tulang mangsanya remuk.

Ular jenis ini biasanya memakan mamalia lain, bahkan yang berukuran lebih besar dari tubuhnya. Mereka akan menelan makanannya secara utuh.

Satu kali melakukan makan besar, mereka dapat berpuasa selama beberapa bulan. Reproduksi Python betina adalah dengan cara bertelur.

Telur yang dihasilkan bisa mencapai 40-an butir. Induk piton akan menjaga dan mengerami telur tersebut sampai mereka menetas beberapa bulan kemudian.

Kembali ke mitos ular Tangkalaluk, sayangnya hingga detik ini belum diketahui pasti apakah keberadaannya memang ada. Ceritanya terus berkembang dan diwariskan secara turun temurun hingga sosok Tangkalaluk akan tetap menjadi misteri.

Selengkapnya baca di : https://nasional.okezone.com/read/2023/07/20/337/2849529/mengupas-misteri-tangkalaluk-ular-raksasa-penunggu-rimba-borneo-yang-bikin-ilmuwan-tertarik?page=1