Harga Barang Dapur Indonesia

Harga Barang Dapur Indonesia

Distributor atau Grosir

Distributor atau grosir adalah perantara berikutnya dalam saluran distribusi. Mereka membeli produk dari produsen dalam jumlah besar dan menjualnya kepada pengecer atau toko dalam jumlah yang lebih kecil. Distributor menambahkan nilai ke saluran distribusi dengan menyediakan layanan seperti penyimpanan, pemilahan pesanan, dan pengangkutan produk dalam volume besar.

Keterlibatan distributor dapat menambah biaya ke dalam rantai pasokan. Distributor biasanya membutuhkan marjin keuntungan mereka, dan biaya pengangkutan dan penyimpanan yang dikelola oleh distributor juga dapat menciptakan biaya tambahan. Semakin banyak lapisan distributor dalam saluran distribusi, semakin banyak pula biaya tambahan yang diterapkan pada harga produk.

Pengecer adalah perantara terakhir yang berinteraksi langsung dengan konsumen akhir. Mereka membeli produk dari distributor atau produsen dalam jumlah yang lebih kecil dan menjualnya kepada konsumen secara eceran. Pengecer bertanggung jawab menjalankan operasi penjualan di tingkat lokal atau regional.

Pengecer juga menambahkan biaya ke saluran distribusi dalam bentuk marjin keuntungan mereka. Biaya operasional toko, promosi penjualan, dan layanan pelanggan juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi harga di tingkat pengecer. Semakin banyak pengecer yang terlibat dalam saluran distribusi, semakin besar pula akumulasi biaya tambahan yang diterapkan pada produk.

Biaya Transportasi

Panjangnya saluran distribusi dapat meningkatkan biaya transportasi secara signifikan. Setiap kali produk dipindahkan dari satu tahap saluran distribusi ke tahap berikutnya, biaya transportasi dapat bertambah. Misalnya, jika produk harus melewati beberapa distributor sebelum mencapai pengecer dan akhirnya konsumen, biaya pengangkutan dari satu titik ke titik berikutnya akan terakumulasi.

Biaya transportasi mencakup biaya bahan bakar, pemeliharaan kendaraan, gaji pengemudi, dan biaya logistik lainnya. Semakin banyak perantara yang terlibat, semakin kompleks dan mahal pengelolaan logistik dan distribusi produk.

Dokumen tersebut berisi daftar harga berbagai barang seperti rokok, sembako, bahan bangunan, dan racun rumput beserta satuan dan keterangannya. Barang-barang tersebut dijual per slop, pak, karton, lembar, meter, kilogram, botol, dan gelon.

Sedang terjadi di indonesia saat menjelang hari raya keagamaan di Indonesia harga bahan pangan dan papan akan meningkat bahkan dua kali lipat dari sebelumnya. Setiap hari spesial keagaaman di Indonesia akan datang maka saat itu juga harga sembako dan kebutuhan lainya di berbagai pasar Indonesia dari sabang sampai merauke akan meningkat drastis terutama bahan pangan. Hal itu terjadi bukan merupakan kemauan dari para pedagang untuk mencari keuntungan semata, hal itu terjadi sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.

Semakin tinggi permintan atas suatu barang, maka akan tinggi pula harga (penawaran) barang tersebut. Permintaan dan penawaran saling berkaitan, jika permintaan barang sedikit maka penawaran atau harga barang akan semakin murah. Jika permintaan barang banyak maka akan semakain mahal harga barang tersebut.

Sebagai contoh event keagamaan di agama islam yaitu puasa ramadhan selama 30 hari, terhitung sejak hari pertama sebelum puasa atau semingu sebelumnya mulai dari beras, bumbu bumbu dapur seperti bawang merah dan bawang putih serta daging dagingan harganya perlahan akan naik dari biasanya.

Hal ini terjadi karena masyarakat indonesia di dominasi oleh umat muslim. Dimana setiap terjadi acara keagaaman umat muslim maka mereka akan menjadi bersifat "konsumtif" dengan membeli barang secara banyak untuk di stok atau disimpan yang akan mengakibatkan beberapa barang menjadi langka dan bahan pangan menjadi naik.

Selain karna terjadi nya inflasi harga barang barang dan sembako di pasar biasanya terjadi musiman, apapun yang terjadi kita sebagai konsumen dan warga negara yang baik harus bisa mencegah hal tersebut agar harga barang di pasar tetap stabil dengan cara berbelanja seperlunya dan tidak menimbun barang apapun, jika terjadi suatu keadaan darurat pada negara, maka tugas kita hanya mengikuti kebijakan dari negara saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Kebijakan Selengkapnya

Pernah nggak sih kamu merasa "Kok semakin lama, harga barang semakin naik ya ?". Dulu, harga siomay di pinggir jalan bisa hanya Rp 2.000/porsi atau bahkan lebih murah, tetapi di tahun 2022 ini bisa mencapai Rp 10.000 - Rp 15.000/porsi. Faktanya, harga barang dan jasa semakin lama memang akan terus meningkat. Sebenarnya apa sih yang terjadi? kenapa harga terus naik dan kenapa harga tidak terus sama nominalnya seperti dulu? Yuk simak pembahasannya!

Dalam ekonomi, fenomena ini dinamakan "Inflasi", yaitu fenomena kenaikan barang & jasa secara gradual atau bertahap secara terus menerus. Kalau hanya dilihat dari kacamata kenaikan harga, pertanyaan yang mungkin muncul dipikiran kita adalah, kok bisa ya harga barang barang bisa naik secara bersamaan? Jawabannya adalah, fenomena ekonomi ini terjadi secara natural karena ada perubahan di beberapa komponen dalam perputaran roda ekonomi.

Selain berkaitan dengan kenaikan harga, inflasi juga diartikan sebagai penurunan nilai uang yang kita punya. Misal, barang atau jasa yang bisa kita beli dengan uang Rp 50.000 di tahun 2005 itu tidak sama dengan apa yang bisa kita dapat di tahun 2022.

Inflasi biasanya juga diimbangi dengan upah atau gaji karyawan yang naik setiap tahunnya. Tidak sedikit orang yang salah mengartikan bahwa naiknya harga barang setiap tahun adalah cermin dari ekonomi yang buruk, padahal sebetulnya tidak seperti itu.

Dalam konteks inflasi, Indonesia tidak sendiri dalam menghadapi inflasi, tetapi negara-negara lain juga mengalami inflasi. Fenomena inflasi ini bisa dibilang wajar dan umum terjadi, bahkan di negara - negara yang dianggap maju dari segi ekonomi.

Inflasi biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik), BPS akan memonitor pergerakan harga barang dan jasa setiap bulannya, mulai dari harga - harga kebutuhan pokok yang dibutuhkan semua orang, perumahan, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi, bahan bakar, dan juga rekreasi.

BPS juga yang akan mengolah data sampai mendapat angka inflasi di Indonesia, kita bisa lihat angka tersebut di website BPS atau di website Bank Indonesia.

Inflasi atau kenaikan harga yang terjadi tidak selalu dipicu oleh kebijakan pemerintah atau lembaga - lembaga tertentu saja, tetapi bisa terjadi secara natural yang prosesnya dilakukan tanpa sadar oleh kita semua sebagai pelaku ekonomi. Berikut 4 hal penyebab terjadinya inflasi,

Evaluasi Efisiensi Saluran Distribusi

Perusahaan perlu secara teratur mengevaluasi efisiensi saluran distribusi mereka. Analisis terhadap kontribusi nilai setiap perantara, biaya yang terkait, dan kepuasan pelanggan dapat membantu perusahaan mengidentifikasi area di mana perubahan atau peningkatan dapat dilakukan.

Panjangnya saluran distribusi dapat menyebabkan harga barang menjadi mahal karena melibatkan lebih banyak perantara dan menambah biaya tambahan ke dalam rantai pasokan. Strategi distribusi yang cerdas, seperti distribusi langsung, integrasi vertikal, dan penggunaan teknologi, dapat membantu perusahaan mengatasi masalah ini. Memahami peran masing-masing perantara, biaya-biaya yang terlibat, dan alternatif strategi distribusi dapat membantu perusahaan menjaga harga tetap kompetitif sambil memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan pengelolaan yang cermat, perusahaan dapat mengoptimalkan rantai pasokan mereka dan mencapai keseimbangan yang baik antara efisiensi operasional dan harga yang bersaing.

Tim RAKGUDANGHEAVYDUTY.COM & RAJARAKGUDANG.COM

Kerajaan Negeri Selangor melalui agensi kerajaan dan Pertubuhan Bukan Kerajaan (NGO) cuba untuk menangani isu kenaikan harga dengan kaedah seperti berikut:

i) KPDNHEP Selangor konsisten menjaga kepentingan pengguna dan hal ehwal perdagangan domestik di Selangor, sentiasa melaksanakan pendekatan berimbang untuk memastikan komuniti pengguna Selangor tidak ditindas peniaga dan dalam masa yang sama membentuk suasana ekonomi domestik yang kondusif menerusi urus niaga perniagaan yang berhemah dan bertanggungjawab. Agenda ini tidak mudah dalam situasi negara dan dunia terkesan dengan cabaran pandemik COVID-19 yang menjadi antara faktor utama mempengaruhi punca berlakunya peningkatan kos bahan makanan di seluruh dunia;

ii) Kerajaan secara berterusan akan mengadakan sesi libat urus bersama pihak industri dan Kementerian Pertanian dan Industri Makanan sebagai salah satu usaha menghasilkan suasana pasaran harga yang seimbang kepada pengguna dan tidak mengabaikan peniaga menerusi inisiatif / program jualan yang beri manfaat kepada pengguna Selangor;

iii) Penguatkuasaan kawalan harga secara bertempoh telah dilaksanakan untuk kebajikan pengguna Selangor agar tidak terlalu terbeban dengan situasi harga pasaran menerusi Skim Harga Maksimum Musim Perayaan (SHMMP), Skim Harga Maksimum Keluarga Malaysia (SHMKM) dan Penentuan Harga Maksimum Ayam Dan Telur Ayam yang dikuatkuasakan sehingga 5 Jun 2022.

iv) Penguatkuasaan kawalan harga sepanjang masa terhadap barangan kawalan seperti gula, LPG (gas memasak), pelitup muka, minyak masak paket, minyak masak botol (minyak masak tulen sahaja, bukan jenis sebatian/ campuran), kit ujian pantas covid19.

v) Kerajaan Negeri Selangor juga giat mengadakan program/kempen seperti Program Keluarga Cakna Pengguna yang memberi kesedaran dan pendidikan kepada masyarakat berkaitan pengurusan kewangan yang efektif dalam melakukan urusan urusniaga.

Tidak dapat disangkal, inisiatif prihatin rakyat yang dilaksanakan di Selangor ini menghasilkan impak positif dalam membantu meringankan kos sara hidup rakyat mendapatkan barangan asas pada harga hingga 30 peratus lebih rendah dari pasaran. Inisiatif ini akan terus dinilai keperluan pelaksanaannya dari semasa ke semasa demi melindungi komuniti pengguna dalam cabaran ini.

Walau bagaimanapun, situasi pergerakan harga yang agresif memang akan memberi cabaran kepada kos sara hidup pengguna Selangor. Oleh yang demikian, intervensi secara bertempoh dan jangka panjang dilaksanakan oleh KPDNHEP Selangor umumnya.

Ridho Ilahi | Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keluhan tentang mahalnya harga kebutuhan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat kembali mencuat akhir-akhir ini. Anehnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia relatif rendah. Pada 2022, inflasi tercatat sebesar 5,42%, sedangkan pada 2023 hanya 2,86%. Bahkan hingga November 2024, inflasi berada pada tingkat 1,55%, dengan empat bulan berturut-turut mengalami deflasi. Lantas, mengapa masyarakat tetap merasa harga barang semakin mahal?

Inflasi adalah ukuran kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Tapi di balik angka-angka tersebut, ada cerita yang lebih rumit. Kalau harga sebagian besar barang stabil atau turun, inflasi terlihat rendah meskipun harga beras, gula atau minyak goreng melambung tinggi. Di sinilah letak masalahnya. Bagi kebanyakan orang, terutama yang berpenghasilan rendah, barang-barang seperti beras atau minyak goreng adalah kebutuhan utama. Kalau harga barang-barang itu naik, mereka langsung merasa terpukul, meskipun inflasi secara keseluruhan tetap rendah.

Baca Juga: Langkah RI Menciptakan Mini World Bank, Pembiayaan Khusus Untuk Infrastruktur Daerah

Bayangkan dua keluarga, satu berpenghasilan tinggi dan satu lagi pas-pasan. Keluarga kaya membeli berbagai macam barang: kebutuhan pokok, barang mewah, hingga liburan. Kalau harga beras naik, hanya sedikit memengaruhi anggaran karena total pengeluarannya tersebar di banyak hal.

Sebaliknya, keluarga berpenghasilan rendah dominan menghabiskan pendapatan mereka untuk kebutuhan pokok. Jadi, kalau harga bahan makanan naik, dampaknya terasa sangat besar. Wajar jika mereka sering mengeluh. Ini sejalan dengan Hukum Engel, yang mengatakan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar proporsi penghasilannya yang dihabiskan untuk kebutuhan dasar. Kenaikan harga bahan pokok sedikit saja cukup membuat mereka kewalahan.

Baca Juga: Saham EMTK & SCMA Melejit, Berkat Kinerja Vidio Atau Sentimen Akumulasi Induk Usaha?

BPS mencatat inflasi makanan, minuman, dan tembakau (kelompok yang sering dikonsumsi masyarakat berpenghasilan rendah) mencapai 0,56% (mtm) pada November 2024. Bandingkan dengan inflasi umum yang hanya 0,24% (mtm) pada November 2024.

Jadi, meski inflasi terlihat rendah, bagi masyarakat miskin, kenyataan di lapangan sangat berbeda. Hal ini juga tecermin dari kenaikan garis kemiskinan (GK). Pada Maret 2024, GK berada di level Rp 582.932 per kapita per bulan, naik dari Rp 550.458 tahun sebelumnya. Dengan penghasilan segitu, orang miskin semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar, apalagi kalau penghasilannya tidak ikut naik.

Baca Juga: Melelang Harta Koruptor nan Mewah

Kenaikan GK menunjukkan untuk keluar dari kemiskinan pendapatan orang miskin harus tumbuh lebih cepat daripada inflasi. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 5% tidak cukup untuk mengejar kenaikan GK yang mencapai 5,9%. Kelompok rentan miskin juga berada dalam bahaya. Mereka yang sebelumnya "nyaris tidak miskin" bisa saja jatuh ke jurang kemiskinan jika harga bahan pokok terus naik tanpa diimbangi kenaikan pendapatan.

Harga BBM naik -> Ongkos Distribusi Naik -> Biaya Produksi Naik -> Harga Barang Naik

Ketika daya beli masyarakat naik, maka jumlah permintaan terhadap bergabai jenis barang akan naik juga,. Jika barang dagangan laku tetapi ketersediaan barangnya terbatas, pedagang cenderung menaikkan harga agar keuntungannya bertambah, ujung - ujungnya akan terjadi kenaikkan harga yang berdampak pada inflasi.

Negara umumnya berdagang satu sama lain, harga barang impor bisa naik karena banyak faktor. Misalnya, karena negara asal produksi sedang mengalami inflasi yang tinggi atau karena ada kebijakan baru di bea cukai hingga ada tambahan potongan pajak, biaya administrasi, dll. Jika importir mendapatkan barang dengan harga modal tinggi, mereka cenderung menaikkan harga untuk konsumen dalam negeri.  Inflasi tidak hanya disebabkan oleh faktor dalam negeri, tapi juga faktor luar negeri.

Penjelasan di atas merupakan 4 dari banyaknya penyebab terjadinya inflasi, mungkin bisa kita bahas di lain waktu, semoga bermanfaat :).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Financial Selengkapnya

Penyebab Terjadinya Inflasi :

Penggunaan Teknologi

Penggunaan teknologi informasi dan platform e-commerce dapat membantu memotong beberapa lapisan perantara dan mempercepat aliran informasi dalam saluran distribusi. Teknologi juga dapat membantu meningkatkan transparansi dan koordinasi di antara semua pihak yang terlibat.

Integrasi Vertikal

Integrasi vertikal melibatkan kepemilikan atau kontrol atas beberapa atau seluruh tahap saluran distribusi. Produsen dapat mempertimbangkan untuk memiliki atau mengendalikan distributor atau pengecer sebagai bagian dari bisnis mereka. Dengan demikian, mereka dapat mengoptimalkan rantai pasokan, mengurangi biaya, dan menjaga harga tetap kompetitif.

Distribusi Langsung

Produsen dapat memilih untuk mendistribusikan produk secara langsung kepada konsumen. Ini dapat dilakukan melalui toko fisik milik produsen atau melalui platform e-commerce yang dimiliki dan dioperasikan oleh produsen. Dengan melakukan distribusi langsung, produsen dapat menghilangkan beberapa lapisan perantara dan mengurangi biaya distribusi.

Panjangnya Saluran Distribusi Menyebabkan Harga Barang menjadi Mahal

Panjangnya saluran distribusi dapat menjadi faktor yang menyebabkan harga barang menjadi mahal. Saluran distribusi melibatkan serangkaian perantara atau perusahaan yang terlibat dalam proses perpindahan barang dari produsen ke konsumen akhir. Semakin panjang saluran distribusi, semakin banyak perantara yang terlibat, dan ini dapat menambah biaya tambahan ke dalam rantai pasokan, yang pada gilirannya mempengaruhi harga jual produk.

Dalam menjelaskan lebih detail dampak panjangnya saluran distribusi terhadap harga barang, kita perlu memahami peran masing-masing perantara, biaya-biaya yang terkait, dan alternatif strategi distribusi yang dapat membantu mengoptimalkan rantai pasokan dan menjaga harga tetap kompetitif.

Produsen adalah pihak pertama dalam saluran distribusi. Mereka bertanggung jawab atas produksi barang dan dapat menjualnya langsung ke konsumen atau melibatkan perantara untuk membantu mendistribusikan produk mereka. Jika produsen memilih untuk menjual langsung kepada konsumen, mereka dapat menghindari biaya tambahan yang mungkin timbul karena keterlibatan perantara, seperti distributor atau pedagang eceran.

Meskipun demikian, produsen yang menjual langsung mungkin menghadapi tantangan dalam hal distribusi skala besar dan jangkauan pasar. Oleh karena itu, banyak produsen memilih melibatkan perantara dalam saluran distribusi mereka untuk memperluas cakupan pasar dan mencapai efisiensi distribusi.